SABUNG AYAM sudah tidak asing lagi di telinga kita, karena sabung ayam merupakan salah satu permainan yang digemari oleh masyarakat dari jaman dahulu kala. Di dalam permainan perkelahian antara dua ekor ayam jago/jantan ini harus memiliki taji, terkadang taji ayam jago/jantan ditambah dengan logam yang runcing, bertarung hingga memiliki satu pemenang dan dalam kurun waktu yang di tentukan. sabung ayam saat ini dijadikan sebagai permainan serta taruhan yang biasa disebut dengan judi, akan tetapi sabung ayam pada zaman dahulu bukan hanya sebagai sebuah permainan, melainkan sebagai sebuah permainan yang menjadi cerita kehidupan sosial, budaya dan politik.
Ada beberapa wilayah di Indonesia yang menjadikan permainan sabung ayam ini menjadi sebuah ritual atau upacara sakral dan permainan ini menjadi sebuah FOLKTALE.
Seperti di Bali, permainan sabung ayam disebut TAJEN yang terdapat didalam upacara tabuh rah. Tabuh rah adalah darah binatang korban yang di laksanakan dalam rangkaian upacara agama (yadnya). upacara tabuh rah dilaksanakan dengan perantara hewan yang berhubungan erat dengan kehidupan, seperti bebek, kerbau, ayam dan masih banyak lagi. Media yang sering digunakan dalam ritual tabuh rah adalah ayam, ayam uang dipilih juga bukan dan harus sesuai dengan caru panca sata, yaitu upacara korban yang memiliki lima warna ayam yang masing-masing bewarna putih, merah, siungan
(ayam putih yang paruh dan kakinya berwarna kuning seperti burung siung), hitam , dan brumbun (ayam yang warna bulunya campuran, yaitu putih, merah, kuning, hijau, dan hitam).
Tradisi ini sudah ada sejak zaman Majapahit, saat itu memakai istilah menetak gulu ayam, akhirnya Tabuh rah di bali bermula dari pelarian orang-orang Majapahit, sekitar tahun 1200.
Didalam kebudayaan bugis sendiri sabung ayam merupakan kebudayaan sudah ada sejak lama. kebudayaan bugis sangat kental dengan mitologi ayam. Raja GOA XVI, I Mallombasi Daeng Mattawang Sultan Hasanuddin, di gelari dengan " Haantjes van het Oosten"yang artinya "Ayam Jantan dari Timur". Dalam kitab La Galigo menceritakan Seorang tokoh utama dalam epic mitik itu, Sawerigading, mempunyai kesukaan menyabung ayam. Saat itu, orang yang tidak disebut memiliki kebiasaan minum arak (angnginung ballo), judi(abbotoro), dan adu ayam (massaung manu), tidak akan disebut pemberani (to-barani).
Pada masa Raja Goa X, I Mariogua Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tunipalangga Ulaweng (1548-1565) mengadakan kunjungan resmi ke Kerajaan Bone dan disambut sebagai tamu kehormatan kerajaan. Raja Daeng Bonto mengaja Rana Bone La Tenrirawe Bongkange bertaruh danalm sabung ayam . sabung ayam antara dua Raja Penguasa semenanjung timur dan barat ini bukanlah sabung ayam biasa, melainkan pertandingan kesaktian dan kharisma. Raja Gowa bertaruh 100 Katie emas sedangkan Raja Bone sendiri mempertaruhkan segenap orang Panyula, alhasil ayam sabungan Raja Gowa yang berwarna Merah mati terbunuh oleh ayam sabungan Raja Bone.
Sekilas mengenai sejarah sabung ayam yang berawal dari sebuah cerita daerah dan Kebudayaan. sabung ayam juga bukan hanya sebagai ritual upacara adat istiadat saja akan tetapi sejak dahulu sabung ayam sudah menjadi bahan taruhan antar kedua belah pihak.
No comments:
Post a Comment